Thursday, September 18, 2008

KRISTEN KEJEPIT

KRISTEN KEJEPIT

Ada seorang ibu yang hampir mati, tergeletak di tempat tidur. Nafasnya hanya
tinggal sepenggal-penggal. Saat itu, Ibu tersebut sudah tidak dapat membuka
mulutnya untuk berbicara, dan juga sudah pulas karena obat-obatan, infus,
dan peralatan mesin yang membantu nafasnya.

Pada saat yang gawat itu, saya sedang melayani di luar kota. Salah satu
adiknya menghubungi saya dengan nada cemas. Turun dari pesawat saya segera
meluncur ke rumah sakit dan melayani keluarga ini. Dari keterangan keluarga
didapati bahwa ibu tersebut berkeras hati tidak mau menerima Tuhan, yang
dilakukan dan dipikirkan hanya uangggg melulu. Keadaannya kritis, hatinya
pahit, masih memendam banyak dendam terhadap anak-anak lelakinya yang di
luar negeri, dan tetangga-tetangganya. Detak jantungnya sudah sangat
menurun, alat bantu dipasang sana sini untuk membantu pernafasannya dan
organ tubuhnya yang lemah. Sudah beberapa hari ibu ini tidak dapat membuka
mulutnya atau matanya, tetapi pada saat saya memintanya untuk mengulangi
kata-kata saya untuk mengundang Yesus, kami melihat bibirnya bergerak,
dengan sekuat tenaga kelihatanya Ibu tersebut membuka mulutnya menirukan doa
saya. Dia menerima Yesus di akhir hidupnya! Anak-anak dan suaminya menangis
bahagia. Beberapa hari kemudian, beliau dipanggil Tuhan.

Tetapi banyak kasus yang akhirnya tidak demikian, mereka sudah terlalu
terlambat – maksudnya di saat mereka memanggil seorang pelayan Tuhan, orang
yang sekarat itu tidak dapat lagi berkomunikasi, tidak tahu apa yang
diucapkan pendeta/pastur, karena dia sudah pikun. Betapa malangnya jika
orang hanya memanggil pendeta/pastur pada saat-saat yang dibutuhkan. Mereka
mengira bahwa pendeta/pastur hanya dibutuhkan pada saat-saat kejepit. Entah
pasnya judulnya Pendeta/Pastur (untuk pelayanan) Kejepit atau Kristen (tipe
jemaat) Kejepit.

Betapa banyaknya orang yang menjepitkan diri, bukan hanya orang yang di
ujung kematian, tetapi orang-orang yang menyandang KTP Kristen/Katolik umum:

1. Pengantin: karena terjepit harus dinikahkan, mereka datang ke gereja
untuk minta tolong pak pendeta/pastur. Kebanyakan kasusnya karena hamil di
luar nikah, lalu dinikahkan di gereja; berhubung peraturan pihak pengadilan
tidak mau mengeluarkan surat nikah resmi sebelum disahkan oleh lembaga
gereja, untuk itu mereka kejepit harus datang ke gereja.

2. Kaum profesi: datang berbondong-bondong ke gereja dan menemui pelayan
Tuhan karena mengalami krisis kejepit ekonomi, stress, gangguan,
keterpurukan, kelemahan bidang usaha, terlilit hutang piutang.

3. Kristen Agamawi: mondar-mandir kesana kemari mengikuti semua acara
dimana-mana, walaupun tidak kejepit namun aktivitas yang baik seperti itu
tidak membawa seseorang diselamatkan.

4. Doktrin gereja, pentahbisan, praktek-praktek religius tidak membuat orang
percaya atau pemuka-pemuka gereja mengenal betul apa yang dibutuhkan bagi
jiwa.

5.Perasaan-perasaan: sukacita meluap-luap setelah keluar dari pertemuan
rohani, mimpi-mimpi yang ditawarkan rohaniawan dan dibayang-bayangkan tiap
individu, walaupun masing-masing memiliki landasan harapan yang dijanjikan,
tetapi perasaan-perasaan sementara tidak dapat mewakili hubungan kekal.

Kisah di bawah ini tidak melenceng dengan contoh-contoh di atas. Yoab,
panglima perang raja Saul yang hanya tahu sedikit mengenai agama dan tidak
mengerti benar arti sebuah mezbah Tuhan; ketika dia merasa bahwa saat
kematiannya sudah di ambang pintu, dia berlari ke kemah Tuhan untuk memegang
tanduk-tanduk mezbah. Orang yang selama hidupnya tidak berhubungan dengan
kerohanian, tiba-tiba dalam keadaan darurat menjelang kematiannya berlari ke
hal/alat/ sesuatu yang dipikirnya dapat menyelamatkannya.

Ketika kabar itu sampai kepada Yoab--memang Yoab telah memihak kepada
Adonia, sekalipun ia tidak memihak kepada Absalom--maka larilah Yoab ke
kemah TUHAN, lalu memegang tanduk-tanduk mezbah. Kemudian diberitahukanlah
kepada Salomo, bahwa Yoab sudah lari ke kemah TUHAN, dan telah ada di
samping mezbah. Lalu Salomo menyuruh Benaya bin Yoyada: "Pergilah, pancung
dia." Benaya masuk ke dalam kemah TUHAN serta berkata kepadanya: "Beginilah
kata raja: Keluarlah." Jawabnya: "Tidak, sebab di sinilah aku mau mati."
Lalu Benaya menyampaikan jawab itu kepada raja, katanya: "Beginilah kata
Yoab dan beginilah jawabnya kepadaku." Kata raja kepadanya: "Perbuatlah
seperti yang dikatakannya; pancunglah dia dan kuburkanlah dia; dengan
demikian engkau menjauhkan dari padaku dan dari pada kaumku noda darah yang
ditumpahkan Yoab dengan tidak beralasan. 1 Raja 2:28-31

Ada jutaan Kristen kejepit di dunia ini, mereka sama: berseru kepada Tuhan
hanya pada saat hampir mati, susah, menghadapi persoalan, tidak punya uang.
Tetapi tentunya kita berusaha untuk tidak masuk bilangan kejepit, kita harus
tetap mencintai Tuhan kita apa pun keadaannya, susah atau senang, sehat atau
sakit, kaya atau miskin, sampai selama-lamanya.
Ada seorang Irlandia yang sangat miskin yang hendak dihukum mati karena
dituduh melakukan pembunuhan. Namun seorang dokter bernama Dr. Doddridge
yakin bahwa orang itu tidak bersalah sama sekali dalam kasus pembunuhan yang
dituduhkan, sehingga ia berusaha mati-matian membela kasusnya dan membayar
dengan harga yang sangat tinggi sampai orang Irlandia itu dibebaskan.
Selanjutnya diketahui bahwa tidak ada yang lebih menyentuh daripada
pernyataan yang diungkapkan olehnya kepada sang penyelamat nyawanya: “Setiap
tetesan darah saya berterimakasih padamu, sebab dengan kasih engkau telah
menyelamatkan tiap tetesan itu. Engkau adalah pembebasku, dan engkau
memiliki setiap hak terhadap hidupku. Jika aku hidup, hidupku menjadi
kepemilikanmu, dan aku akan menjadi hamba yang setia seumur hidupku.”

Bukankah kita seharusnya memberikan pernyataan seperti orang Irlandia ini,
menyerahkan hak hidup kita kepada Sang Penebus kita dari kematian kekal?
Bukan sebagai Kristen kejepit, tetapi menyerahkan seluruh hidup sebagai
pengabdian.

sumber: milis tetangga

Read More......

SEGUNUNG CUCIAN

Kategori: Cerita – Doa



“Elia’s Stories” (Sebuah pengalaman hidup)

Setelah beberapa tahun menikah, saya dan suami memutuskan untuk menjadi orang tua asuh. Kami mengambil dua anak laki-laki untuk diasuh. Setelah satu tahun dan satu setengah tahun kemudian, kami mengadopsi keduanya menjadi anak angkat kami.

Saat kedua anak laki-laki kami itu berumur dua tahun dan tiga tahun, kami memutuskan untuk mencoba mengasuh dua anak perempuan yang berumur satu tahun dan tiga tahun. Selama dua tahun berikutnya, rumah kecil kami terasa penuh dan saya sangat sibuk dengan urusan rumah tangga.

Setelah kedua anak perempuan itu tinggal bersama kami beberapa waktu, saya ingin mengikuti pelajaran Alkitab di gereja, tetapi selalu saja ada hal yang merintangi saya untuk datang. Karena merasa tidak punya waktu untuk datang, saya membeli kaset renungan dan tuntunan belajar, jadi saya berpikir bisa belajar Alkitab sendiri di rumah.

Siang hari, saat saya sudah membawa anak-anak untuk tidur siang, saya meneruskan kegiatan saya dengan membereskan segunung cucian yang bertumpuk di sofa untuk dilipat dan disetrika. Saat melipat cucian saya mulai mendiskusikan beban hati saya kepada Tuhan.

"Tuhan, Engkau tahu bahwa saya mulai mengikuti pelajaran Alkitab ini dan saya mencoba menemukan waktu yang tepat untuk melayani Engkau dan semua kegiatan yang lain - tapi kelihatannya saya tidak mempunyai cukup waktu. Saya sudah mencoba bangun subuh sekali, tapi selalu saja ada anak yang mendengar mendengar dan bangun serta meminta perhatian saya. Saat tidur tengah malam saya sudah sangat kelelahan. Saya pikir bisa melakukannya saat anak-anak tidur siang, tetapi itu adalah satu-satunya kesempatan saya harus membereskan pekerjaan rumah dan semua cucian. Saya rasa bisa menghadapi semua pekerjaan rumah kecuali membereskan semua cucian! Tuhan, saya percaya Engkau sangat mengetahuinya. Engkau memberi kami empat anak dibawah tiga tahun untuk dirawat, dan Engkau tahu mereka membutuhkan pakaian bersih; dan Engkau juga tahu banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan itu semua. Saya percaya Tuhan mengetahui itu semua."

Pada hari Minggu saya dan suami menunggu anak-anak di Sekolah Minggu, saat Betty, yang sudah kami anggap sebagai nenek sendiri, datang dan duduk di samping kami. Betty adalah seorang janda yang telah berhasil membesarkan kelima anaknya. Dia adalah wanita yang sangat baik yang selalu siap menolong orang lain yang membutuhkan. Dia juga banyak membantu keluarga kami jika ada acara dan selalu memberikan semangat dan doa.

Dia memeluk saya dan berkata, "Nenek punya sebuah saran untukmu."

Dengan rasa ingin tahu saya menjawab, "Apa itu nek?"

Dengan lembut dia meneruskan, "Saya percaya ini dari Tuhan. Biarkan nenek membereskan semua cucianmu."

Saya duduk dengan mulut ternganga sedangkan pikiran saya berputar-putar untuk memikirkan kepada siapa saja saya sudah membicarakan masalah cucian saya. Setahu saya, saya belum pernah membicarakan masalah ini kepada siapa pun, bahkan kepada Rodney suami saya. "Apakah nenek tahu seberapa banyak cucian saya?" saya berbisik sambil air mata mulai tegenang.

"Sayang, nenek sudah membesarkan lima anak. Percayalah, nenek tahu seberapa banyak cucianmu."

Dia meneruskan, "Kamu tahu, apa yang kamu lakukan bersama suamimu untuk membesarkan anak-anak ini adalah perbuatan yang sangat mulia. Tetapi nenek juga tahu bahwa itu adalah pekerjaan yang sangat berat. Nenek sudah tua dan tidak bisa membantu mengawasi anak-anak, tetapi nenek bisa membereskan cucianmu. Kamu hanya minta Rodney mengantarkan ke rumah nenek saat berangkat kerja, kemudian dia mengambilnya kembali saat pulang. Nenek akan mencuci, mengeringkan, menyeterika dan melipat semuanya dengan baik."

Saya merasa malu karena membicarakan masalah pribadi dan saya saya berpikir, "Oh Tuhan saya tidak bisa memberikan pakaian dalam saya dicuci orang lain."

Betty melanjutkan perkataannya. "Minggu lalu nenek memperhatikan kamu saat mengikuti ibadah terlihat sangat letih. Nenek terus memikirkannya sepanjang minggu itu dan Tuhan berkata, 'Tanya Ronni supaya cuciannya bisa dibantu.'" Dia mengakhiri dengan, "Sekarang, jangan menolak berkat ini."

Saya tidak tahu bagaimana menanggapinya. Karena tidak ingin menyakiti perasaan Betty saya menjawab, "Saya akan bicarakan dulu dengan Rodney ya nek."

Walaupun telah mencurahkan semua beban berat dalam hati tetang bagaimana beratnya waktu yang saya jalani dan saya ingin ingin punya waktu bersekutu denganNya, tetapi rupanya saya tidak siap dengan jawaban Tuhan untuk menyelesaikan masalah saya. Tuhan sudah memberi tugas untuk merawat keempat anak yang masih kecil ini dan saya kelihatannya mengabaikan bahwa Tuhan begitu serius menanggapi masalah yang saya hadapi. Jadi saya berpikir, "Kalau saya bisa mengatur waktu dengan lebih baik, saya bisa mengatasi semuanya tanpa bantuan orang lain."

Beberapa minggu kemudian saat saya berada di ruang cuci. Saya tertegun melihat pakaian di sekitar mesin cuci. Cucian tetap saja menggunung tidak berkurang sedikitpun walaupun saya sudah berusaha keras untuk mengatur waktu dengan baik. Kenyataannya, cucian yang saya hadapi jauh lebih banyak daripada sebelumnya. "Baiklah Tuhan," kata saya, "Saya pikir saya bisa meminta orang lain membatu mencuci, kecuali pakaian dalam kami."

Sangat mendengar sebuah suara halus dalam hati saya dengan jelas, "Jika kamu ingin cucianmu dibantu, Aku ingin semuanya dibereskan termasuk pakaian dalammu."

Saya menyerah. Gunung cucian itu sekarang telah menunjukkan gunung harga diri saya. Saya sudah memandang rendah tawaran bantuan Betty yang penuh kasih kepadaku.

Saat saya mengangkat gagang telpon, mata saya penuh dengan air mata. Saya hampir tidak sanggup berkata saat mendengar suara Betty yang lembut di ujung telpon. Dengan berbisik saya berkata, "Apakah nenek masih mau membantu saya mencuci?"

Air mata saya mengalir deras saat mendengarnya menjawab dengan sukacita, "Bawa kemari saja sayang. Bawa kemari."

Pakaian kami tidak pernah lebih bersih, lebih bercahaya dan halus dibandingkan dengan selama dua tahun Betty dengan setia dan penuh kasih membantu membereskan semua cucian kami.

Kemudian saat dua anak perempuan asuhan kami telah menemukan rumah tetap mereka - sebuah keluarga yang mengadopsi mereka - kami tahu bahwa kami akan mampu mengatasi semua cucian ini sendiri.

Walaupun tidak lagi membantu kami mencuci, tetapi Betty tetap menjadi nenek yang baik dan penuh kasih bagi anak-anak kami. Suatu hari Betty tertawa saat saya berkata, "Kalau sudah besar saya ingin jadi seperti nenek."

(Oleh Veronica Wintermote)



Read More......